Cerpen karya temanku Dian Arista. Dia memang benar-benar hebat dan patut kita kagumi. Dibalik sifat egois dan kejailannya, dia menyimpan cita-cita besar. Betapa hebat temen kita ini.
Ya udah.... cusss baca aja curhatannya. Temanku, Dian ini nyamar jadi Arif. Wkwkwk
Dian jangan marah ya, karena tulisanmu aku post. Hehe.
...
Oke...cuss ini cerpennya. Muah muah
Di pagi yang cerah di hari yang berkah , seperti biasa kegiatan ma’had sudah dimulai. Tanpa di suruh, pengurus sudah mulai melakukan kewajibannya membangunkan para santri untuk melaksanakan kewajiban rutin setiap umat Islam di pagi hari. Lain dari para santri yang lain, arif merupakan santri paling rajin. Ketika semua masih tidur, dia sudah terbangun untuk memahami keheningan sepertiga malam dengan bersujud dan berdo’a kepada Allah. Dia sadar bahwa dia tidak akan bisa sukses di masa depan nanti tanpa bantuan dari Allah karena dia sadar bahwa dia bukanlah dari keluarga kaya yang sudah terjamin masa depannya. Arif lahir dari keluarga yang perekonomiannya pas – pasan, bisa di katakan dia merupakan mahasiswa yang beruntung karena hanya mendapat UKT 400.000 sehingga dia bisa merasakan bangku perkuliyahan. Dengan kesempatan besar itulah, arif tidak membiarkan waktunya terbuang sia – sia. Dia selalu mengisi waktu luangnya untuk kegiatan yang bermanfaat.
Arif adalah mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Dia memilih jurusan itu bukan tanpa alasan. Selain ingin bisa berbahasa arab, dia juga ingin bisa lebih memahami ma’na dan maksud dari kitab suci Al – qur’an. Selain itu, dia juga ingin mewujudkan cita – cita yang sebagian besar orang menganggapnya itu adalah suatu hal yang mustahil baginya karena orang tuanya yang berekonomi pas – pasan. dia ingin melanjutkan pendidikan S2 di Al – Azhar Kairo Mesir. Impiannya itu bukan hanya angan – angan semata karena dia selalu bersungguh – sungguh dalam belajar dan juga senantiasa berdo’a dengan sepenuh hatinya.
Dalam kuliyah, arif adalah salah satu dari mahasiswa yang berfasilitas kurang dan hanya satu – satunya mahasiswa di kelasnya yang tidak punya laptop. Dia juga satu - satunya mahasiswa yang tidak punya motor. Dalam perjalanan menuju kampus, dia selalu mengandalkan kebaikan temannya yang bawa motor untuk pergi kuliyah bersamanya. Dia terkadang juga menggunakan angkot sebagai sarana transportasinya mencari ilmu. Dia selalu berpikir dua kali jika akan naik angkot karena ongkos naik angkot sendiri bisa digunakan untuk makan satu hari. Tak jarang dia juga berjalan kaki menempuh jarak 5 km jika tidak ada teman yang mempunyai jadwal sama dengannya dan uang sakunya tinggal bisa dihitung dengan jari. Semua perjuangan itu dilakukan arif karena dia tidak ingin membuat orang tuanya kecewa dan dia tau bahwa orang tuanya di sana bekerja keras memeras keringat dan membanting tulang hanya untuk membiayainya kuliyah.
Dengan kondisi perekonomian keluarga yang demikian, Arif berusaha meringankan beban orang tua dengan berusaha mencari beasiswa yang ada di kampus. Pertama ia mencoba beasiswa yang di perebutkan oleh mahasiswa lain, yaitu bidikmisi. Bidikmisi adalah beasiswa untuk mahasiswa yang tergolong kurang mampu. Untuk memperoleh bidikmisi ini, harus mengumpulkan syarat – syarat dan harus melewati 3 tahap. Tahap pertama yaitu mengumpulkan berkas – berkas. Begitu pendaftaran bidikmisi dibuka, tanpa pikir panjang Arif langsung mengumpulkan berkas – berkas persyaratan bidikmisi tersebut secara lengkap.
Pengumuman hasil seleksi tahap pertama pun di umumkan dan Arif adalah salah satu mahasiswa yang lolos tahap pertama. Setelah seleksi tahap pertama selesai, dilanjutkan dengan seleksi tahap kedua yaitu tes wawancara. Dalam seleksi ini, Arif di wawancarai mengenai kondisi keluarganya serta kondisinya selama berada dan kuliyah di Salatiga ini. Arif menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan jujur. Setelah seleksi tahap dua di umumkan, nama Arif masuk sebagai salah satu mahasiswa yang masuk dan lolos dalam seleksi tersebut. Dan yang terakhir adalah seleksi tahap tiga. Seleksi ini berupa home visit ( kunjungan ke rumah ). Di desa kertomulyo, rumah Arif yang sederhana pun dikunjungi. Disana para dosen yang bertugas menyurvei rumah, berbincang – bincang panjang lebar dengan keluarganya Arif. Setelah semua seleksi selesai dilakukan, pengumuman tahap finalpun di umumkan. Dari 110 mahasiswa yang lolos bidikmisi, nama Arif tidak ada di salah satu mahasiswa tersebut. Betapa sedih dan terpukulnya Arif ketika itu.
Sampai – sampai di dalam benaknya terlintas pikiran untuk tidak melanjutkan kuliyah lagi karena dia tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Semalam penuh Arif merenung dan tak jarang meneteskan air mata. Teman – teman Arif pun silih berganti menyemangati dan memotivasinya. Begitupun kakak kelas yang dulunya mengalami nasib yang sama dengan Arif soal bidikmisi.
Di sepertiga malam, Arif curhat dengan Allah lewat shalat tahajud. Arif mengungkapkan semua keluh kesahnya dan semua harapannya dengan air mata yang mengalir di pipinya. “ Ya Allah.. kenapa jadi begini..?? apakah aku kuat dalam menghadapi ini semua..?? aku tidak ingin menyusahkan kedua orang tuaku dalam membiayai kuliyah dan kehidupan sehari – hariku disini ya Allah.. Ya Allah.. berilah hambaMu ini kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan untuk menghadapi ini semua Ya Allah.. Ya Allah.. luaskanlah rizki orangtua hamba Ya Allah.. mudahkanlah mereka dalam mencari nafkah untuk membiayai semua kebutuhan hidup termasuk membiayai kuliyah dan keseharianku disini Ya Allah.. Ya Allah.. berilah aku kesuksesan di masa depan nanti Ya Allah.. supaya hamba dapat menaikkan haji kedua orang tua hamba Ya Allah.. amiin” ( do’a Arif dalam shalatnya ).
Keesokan harinya, kesedihan Arif pun berangsur – angsur hilang. Dia mencoba mengikhlaskan itu semua. Dia tahu bahwa Allah selalu mempunyai rencana yang paling baik untuk hambaNya. Mungkin jika dia memperoleh bidikmisi malah akan tidak baik untuknya. Dia tahu bahwa rizki setiap orang itu sudah di tetapkan semenjak orang itu berusia 4 bulan dalam kandungan. Jadi, sekuat apapun dan sekeras apapun usaha yang dilakukan, mustahil akan tercapai jika memang itu bukanlah rizki orang tersebut. Dengan pengetahuan sekaligus motivasi tersebut, Arif seperti mendapat cahaya baru setelah diterpa gelapnya awan hitam. Dia menjalani hari – harinya dengan penuh semangat. Dia melupakan bidikmisi dan mencoba mencari beasiswa lain. Dan targetnya selanjutnya yaitu dipa. Dia berusaha keras untuk mendapatkan beasiswa berprestasi itu. Ia belajar dengan giat untuk mendapat IP 4,0 , karena beasiswa dipa minimal IP harus 3,7. Semua tugas dari dosen selalu dia kerjakan. Dan dia tidak pernah lupa berikhtiar dengan cara belajar dengan giat terutama menjelang ujian akhir semester. Dia juga tidak lupa menghafalkan Al – Qur’an karena dia tahu bahwa syarat s2 ke Timur Tengah adalah hafal beberapa juz dalam Al – Qur’an. Semester satu pun telah berlalu, IP Arif pun keluar dan memang benar bahwa hasil selalu berbanding lurus dengan usaha. Arif mendapat IP 4,0 , betapa bahagianya dia ketika usaha kerasnya berbuah manis. Meskipun dia mendapat hasil yang memuaskan, tapi dia tidak berpuas diri karena ini baru permulaan. Dia berusaha keras lagi agar bagaimana dia bisa mempertahankan prestasinya itu.
Semester 2 pun dilaluinya dengan baik juga dan hasilnyapun sama dengan semester pertama. IP yang sempurna pun kembali diperolehnya.
Memasuki semester 3, beasiswa dipa pun di buka. Arif langsung secepat kilat mencari informasi tentang persyaratan – persyaratan yang dibuthkan untuk mendaftar. Setelah semua berkas lengkap, ia pun mengajukan pendaftaran beasiswa dipa. Ikhtiar dengan maksimal telah di lakukannya. Sekarang yang harus dilakukan Arif adalah tawakkal dan senantiasa berdo’a sambil menunggu pengumuman. Setelah tiba waktu pengumuman, Arif lolos beasiswa dipa.
Hari ini adalah hari Rabu, ini adalah hari yang paling spesial dan paling di tunggu – tunggu oleh Arif selama 4 tahun kuliyah di IAIN Salatiga. Karena pada hari ini, acara wisuda akan dilaksanakan dan Arif adalah salah satu wisudawan dari prodi PBA (Pendidikan Bahasa Arab). Betapa bahagianya Arif pada hari ini karena apa yang dia perjuangkan dengan sungguh – sungguh itu berbuah manis. Selain lulus dengan nilai yang memuaskan, Arif juga menjadi wisudawan terbaik. Tetesan air mata pun tidak bisa dibendung lagi oleh Arif dan kedua orangtuanya. Karena dia tidak menyangka bisa menyelesaikan kuliyah meskipun dia dari keluarga yang pas – pasan dalam perekonomian. Hal ini bisa di lakukannya karena dia percaya bahwa Allah akan selalu bersamanya dan tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
“Ibu, bapak.. terima kasih sudah membiayaiku selama kuliyah ini. Padahal aku tahu bahwa kewajibanmu hanyalah menyekolahkanku sampai MA / SMA saja. Terima kasih juga pak, buk sudah selalu mendo’akanku dalam setiap sholatmu.” ( kata Arif kepada orangtuanya ketika sudah selesai acara prosesi wisuda ).