Kenapa cewek gak boleh bepergian sendirian dan keluar malem? Kenapa
cewek gak boleh nglakuin ini nglakuin itu dan lain sebagainya. Terkadang aku
mikir, apa aku jadi cowok aja ya. Sebagai cewek yang gak cewek-cewek amat. Aku
sering menghadapi perkataan kayak gini, “Sebenernya lho tu cewek apa cowok si?
Heran bisa seberani itu,” kalimat kayak gitu baru contoh ya. Masih banyak
bentuk pertanyaan lainnya.
Dilahirkan di desa, tidak harus membuatku minder dan penakut. Naik
bus atau kereta sendirian malem-malem. Beberapa kali pulang malam dari luar
kota bahkan luar provinsi, aku rasa hal yang biasa. Walaupun perasaan was-was
pasti ada. Tapi hal itu gak bisa aku jadiin alasan untuk takut berlebihan. Yang
paling penting, yaitu kudu yakin dan percaya sama Allah kalau Dia selalu
bersama kita.
Stereotip bahwa gak boleh pergi sendirian, gak boleh keluar malem,
dan lain-lain sering aku tembus. Bukannya aku ingin menumbangkan pedoman
itu, tapi lebih tepatnya karena memang keadaannya mengharuskan seperti itu aja.
Dan aku gak harus manja dan merasa ribet dengan semua itu. Lagian aku masih bisa menyelesaikannya sendiri. Ya walaupun terkadang tak terpungkiri, aku juga minta
bantuan orang lain sih. Selagi yang dimintain bantuan ikhlas, its okay.
Lagian kita juga gak bagus menutup diri dan sok kuat. Malah jadi kayak iron girl nanti. Haha
Aku pernah bertanya pada bapakku. Kenapa aku gak boleh pergi
sendirian? Aku berani kok. Lalu, ia menjawab, "Bapak tak tega melihat anak
perempuanku nyasar-nyasar sendiri". Semenjak hari itu, aku jadi suka dengan
kesasar. Aku begitu menikmati perjalanan nyasarku. Mengenal tempat baru, jalan
baru, jalur baru, dan orang baru. Kerap
kali, sengaja aku tak menggunakan google map, agar aku mau bertanya-tanya kepada
orang. Karena, pada kenyataannya bertanya membuatku mengingat betul setiap
jalan dan gang yang aku lewati. Aneh ya. Tapi jangan dipraktekin kalo lagi ada
acara yang mendesak. Bisa-bisa malah gak
jadi ngacara, eh malah keliling-keliling menikmati angin kota. Haha
Semenjak kuliah dan tidak tinggal dengan orang tua. Aku jadi suka
pergi-pergi tanpa ijin mereka. Asalkan tujuanku tidak buruk, mereka pasti
merestui, pikirku. Tapi, pada kenyataannya mereka selalu bertanya kepadaku. “Pie,
wis seko ngendi wae ndek wingi?”[1]
belakangan aku ketahui, mereka tahu perjalananku dari whatsapp story
yang kerap lewat di ponsel mereka.
Walaupun, sepertinya memang mereka tidak mau langsung mengomentari. Nyatanya,
introgasi akan dimulai ketika aku
pulang ke rumah. Tapi, tak apa. Semuanya demi kebaikan. Biasanya, tanpa ditanya
pun, aku juga kerap memamerkan kegiatanku di grub keluarga. Ya, walaupun
responnya cuma singkat banget. Aku paham sih, mereka males ngetik
banyak-banyak.
Kesimpulannya, dilahirkan sebagai cewek jangan sampai membatasi
perkembangan dan kemampuan. Cewek juga berhak hidup mandiri, berani, dan
kompeten. Bahkan, mereka juga harus banyak pengalaman dan berpendidikan.
Mengingat ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Mereka memiliki peran
sentral dalam menciptakan generasi yang berkualitas. Jadi, jangan pernah
membatasi pergerakan mereka. Jadikanlah mereka partner-mu menjadi kuat.
Berikanlah kepercayan dan tumbuhlah bersama.
Sebagai cewek pun perlu sadar peran dan posisi. Gak baik juga jika
terlalu banyak menuntut kebebasan. Pahami juga kewajiban dan peran. Sebagai
cewek yang terdidik dan berwawasan. Buktikanlah, bahwa sikapmu mencerminkannya.
Mematuhi norma itu baik, namun jangan pernah memaksa orang lain mematuhinya
juga. Hormatilah setiap keputusan orang lain, layaknya kamu ingin keputusanmu dihormati.
Akhirnya,
bercengkrama dengan segala sesuatu yang ada di semesta adalah kenyataan yang
harus kita jalani. Perkara perihal keduniawian memang selalu memiliki 2 sisi.
Ada yang membahagiakan dan ada yang menggelisahkan.
Kalau
dipikir-pikir, masalah yang sekarang aku alami, belum ada apa-apanya
dibandingkan masanya wanita-wanita terdahulu. Yang mana hak mereka sering
dirampas dan serba dibatasi pergerakannya. Bersyukurlah aku yang tinggal di zaman ini.
Zaman dimana para orang tua mulai bisa membuka diri dan bersahabat dengan
anaknya sendiri.
Kesimpulannya, aku adalah aku. Apapun yang kalian ceritakan tentangku tak akan mengubah sikapku mengahadapi semesta. Karena keyakinanku kepada kebaikan semesta turah-turah[2]. Dan aku tidak akan berkejar-kejaran dengan siapapun untuk mendapatkan apapun. Menurutku, setiap kita memiliki waktu masing-masing untuk mendapatkannya. Tugasku sekarang dan sampai nanti adalah terus belajar. Aku akan tetap mengusahakan, walau sering mumet[3]. Urep, nak ra gelem ndwe masalah, yo kono mati wae[4]. Keep going on, Dear.
"Semesta sungguh baik bukan?" bisikku dalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar